Wednesday, October 5, 2011

Menuntut Ilmu Sampai ke Negeri Matahari Terbenam



Hubungan bilateral antara Indonesia-Maroko kini sudah terjalin selama 51 tahun. Berawal dari kedatangan Presiden Pertama Indonesia, Presiden Soekarno pada tahun 1960 di Maroko. Presiden Soekarno menjadi Presiden pertama yang berkunjung ke Maroko sesaat setelah negara tersebut merdeka. Oleh karena itu, Raja  Mohammed V memberikan kenang-kenangan berupa penamaan jalan yaitu Jalan Soekarno, Jalan Bandoeng dan Jalan Jakarta yang terletak di Kota Rabat, Ibu Kota Maroko. Di Indonesia pun terdapat Jalan Casablanca, salah satu kota modern yang ada di Maroko. Hal tersebut menunjukkan hubungan Indonesia dengan Maroko sangatlah erat, bahkan Maroko telah menganggap negara kita sebagai Akh Saqiq atau saudara kandung.
Setelah kedatangan Presiden pertama Indonesia di Maroko, mulailah terjalin kerjasama antar negara dalam segala bidang. Seperti bidang politik, ekonomi, industri, budaya, pariwisata dan pendidikan. Namun sayangnya, sampai saat ini hubungan yang terjalin, belum menunjukkan hasil yang optimal. Contohnya saja dalam bidang pendidikan.
 Salah satu kerjasama yang dapat mempererat tali silaturahmi Indonesia-Maroko adalah dalam bidang pendidikan, hubungan antar negara dalam bidang pendidikan tentu mempunyai andil yang besar. Misalnya saja dengan mengadakan pertukaran pelajar. Warga negara Indonesia dapat belajar banyak dari negara Maroko, begitu juga sebaliknya. Sehingga terbentuk komunikasi yang baik antar orang – perorang.
Maroko sendiri adalah negara yang giat mencanangkan wajib belajar, seperti Indonesia. Di Maroko, raja memberikan pendidikan gratis sampai jenjang S3 kepada seluruh rakyatnya. Mahasiswa asing yang belajar di Maroko pun mendapat fasilitas beasiswa apabila mereka mendapat prestasi dalam bidang yang digeluti. Namun siapa sangka, popularitas Maroko sebagai negara yang mempunyai mahasiswa asing masih kurang dibandingkan negara-negara peradaban Islam lainnya. Dari segi pendidikan peradaban Islam, Maroko mempunyai sejarah pendidikan peradaban yang tidak kalah hebat dengan negara Islam lainnya. Ditambah lagi saat ini, negara tersebut sedang menjalankan peradaban komunikatif, sehingga Maroko kini lebih terbuka menjalin kerjasama dalam bidang pendidikan dengan negara lain.
Pemerintah Maroko menawarkan beasiswa bagi pelajar asing melalui AMCI (L’agence marocaine de l’coopration internationale / Agen Kerjasama Internasional Maroko). Indonesia sendiri ternyata setiap tahunnya mendapatkan 15 beasiswa yang ditawarkan AMCI melalui Departemen Agama. Namun penawaran tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia, karena pelajar Indonesia tidak memenuhi kuota beasiswa yang ditawarkan. Berdasarkan dari sumber PPI Maroko, jumlah pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Maroko saat ini hanya berjumlah 70 orang dari seluruh program, S1 S2 dan S3. Jumlah ini tentu masih kurang dibanding pelajar kita yang melanjutkan studi di negara Islam lainnya. Para pelajar yang menuntut ilmu di Maroko, sampai saat ini dianggap belum memberikan hasil yang optimal. Padahal, Maroko adalah negara yang turut memberikan sumbangsih bagi peradaban dunia. Tidak hanya itu, pendidikan di Maroko juga memberikan mahasiswanya kebebasan dalam berpikir, sehingga Maroko telah menciptakan beberapa intelektual terkemuka dan terkenal, diantaranya seperti Doktor Muhammah Abied Aljabri, Dr. Thaha Abdurrahman dan Fatimah Memisi. Institut Dar Al-Hadits Al-Hassaniyah, adalah salah satu lembaga pendidikan Islam terkemuka di Maroko. Institut ini memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga ajaran Islam dari pengaruh imperealisme Barat.
Pemicu utama kerjasama dalam bidang pendidikan ini tidak berjalan dengan baik adalah yang pertama, kurangnya informasi mengenai profil ke-dua negara. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya minat pelajar Indonesia untuk menuntut ilmu di negara Maroko, yang mendapat julukan sebagai negeri matahari terbenam. Solusinya, pemerintah Indonesia harus memberikan informasi yang lebih banyak lagi mengenai Maroko, misalnya saja dengan diadakannya Education Fair antara universitas – universitas di Maroko dan universitas – universitas di Indonesia sehingga para pelajar kita dapat mengenal lebih jauh tentang Maroko.
Pemicu yang kedua adalah masalah dalam hal komunikasi. Maroko adalah negara bekas jajahan Perancis dan Spanyol sehingga Maroko mempunyai masyarakat yang berkomunikasi dalam berbagai macam bahasa. Bahasa Arab biasa digunakan dalam hal administrasi pendidikan, begitu juga dengan bahasa Perancis. Bisa dikatakan, sedikit sekali universitas di Maroko yang mempunyai program khusus Internasional dengan pengantar bahasanya menggunakan bahasa Inggris. Oleh karena itu, setiap pelajar asing yang ingin melanjutkan studi di Maroko, setidaknya harus menguasai bahasa Arab atau Perancis. Pelajar Indonesia diharapkan terlebih dahulu mengetahui bahasa pengantar universitas yang dituju sehingga dapat menyiapkan diri sebelum menuntut ilmu di Maroko 
Saat ini, universitas di Indonesia yang menjalin kerjasama dengan universitas Maroko salah satunya adalah Universitas Islam Sultan Agung atau Unissula, melalui pertukaran dosen untuk melakukan penelitian di bidang peradaban Islam dan pertukaran pelajar. Universitas Unissula ingin memperkenalkan ilmu peradaban Islam yang dimiliki Maroko dan juga sebaliknya. Ternyata, masih banyak sekali pemikiran – pemikiran kreatif ulama di Indonesia yang masih belum diketahui oleh dunia, salah satunya oleh Maroko. Sehingga Indonesia dianggap belum memiliki peradaban yang kuat.
Pendidikan atau ilmu adalah jendela dunia, dengan kerjasama Indonesia-Maroko dalam bidang pendidikan ini diharapkan, Maroko semakin dikenal oleh para pelajar Indonesia. Sehingga, tali persaudaraan yang telah terjalin selama 51 tahun dapat semakin erat, dan dapat memberikan hasil optimal.  
           

Referensi :
http://el-hilaly.blogspot.com

No comments:

Post a Comment