Monday, April 11, 2011

[Tugas] Usaha Kecil dan Menengah


I.                   Pendahuluan

Pada bab ini akan membahas Usaha Kecil dan Menengah atau yang biasa disebut UKM. Tidak diragukan lagi bahwa perekonomian Indonesia juga didukung oleh peran usaha-usaha kecil, maka dari itu kita harus mengenal lebih dekat tentang apa itu UKM? Bagaimana usaha kecil berperan dalam perekonomian Indonesia? Dan bagaimana perkembangan UKM di seluruh Indonesia? Saya mencoba akan membahas jelas tentang UKM menurut dari referensi-referensi yang saya dapat.


II.                Apa itu Usaha Kecil dan Menengah?

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar 5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.


III.             Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia

Perjalanan ekonomi Indonesia selama 4 tahun dilanda krisis 1997-2001 memberikan perkembangan yang menarik mengenai posisi usaha kecil yang secara relatif menjadi semakin besar sumbangannya terhadap pembentukan PDB. Hal ini seolah-olah mengesankan bahwa kedudukan usaha kecil di Indonesia semakin kokoh. Kesimpulan ini barangkali perlu dikaji lebih mendalam agar tidak menyesatkan kita dalam merumuskan strategi pengembangan. Kompleksitas ini akan semakin terlihat lagi bila dikaitkan dengan konteks dukungan yang semakin kuat terhadap perlunya mempertahankan UKM (Usaha Kecil dan Usaha Menengah).
Dalam melihat peranan usaha kecil ke depan dan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai posisi tersebut, maka paling tidak ada dua pertanyaan besar yang harus dijawab : Pertama, apakah UKM mampu menjadi mesin pertumbuhan sebagaimana diharapkan oleh gerakan UKM di dunia yang sudah terbukti berhasil di negara-negara maju? Kedua, apakah UKM mampu menjadi instrumen utama bagi pemulihan ekonomi Indonesia, terutama memecahkan persoalan pengangguran?
Kadang – kadang harapan yang dibebankan kepada UKM juga terlampau berat, karena kinerjanya semasa krisis yang mengesankan. Disamping pangsa relatif yang membesar yang diikuti oleh tumbuhnya usaha baru juga memberikan harapan baru. Sebagaimana diketahui selama tahun 2000 telah terjadi tambahan usaha baru yang cukup besar dimana diharapkan mereka ini berasal dari sektor modern/besar dan terkena PHK kemudian menerjuni usaha mandiri. Dengan demikian mereka ini disertai kualitas SDM yang lebih baik dan bahkan mempunyai permodalan sendiri, karena sebagian dari mereka ini berasal dari sektor keuangan/perbankan
Di Indonesia, jumlah UKM hingga 2005 mencapai 42,4 juta unit lebih. Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, di masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota.


IV.             Peran UKM di Indonesia

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi nasional, hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan hasil survey dan Badan Pusat Statistik (BPS), kontirbusi UKM terhadap PDB (non migas) pada tahun 1997 sebesar 62.71 persen dan pada tahun 2002 kontribusinya meningkat menjadi 63.89 persen. Perbandingan komposisi PDB menurut kelompok usaha pada tahun 1997 dan 2003.
Kendati demikian, kondisi UKM tetap rawan karena keberpihakan bank yang rendah, pasar bebas yang mulai dibuka, serta terbatasnya kebijakan yang mendukung sektor usaha kecil. Sedangkan kontribusi usaha yang berskala besar pada tahun 1997 hanya 37.29 persen dan pada tahun 2002 turun lagi menjadi 36.11 persen. Jumlah unit UKM dalam 3 tahun terkahir juga menglami peningkatan rata-rata setiap tahunnya sebesar 9.5 persen setiap tahunnya.
Pada tahun 2002 tercatat sebanyak 38.7 juta dan pada tahun 2004 sebayak 42.4 juta unit usaha. Peningkatan jumlah unit usaha ini juga diikuti dengan kenaikan jumlah tenaga kerja disektor UKM. Pada tahun 2004 jumlah pekerja disektor UKM tercatat hampir 80 juta orang, dari jumlah tersebut sebanyak 70.3 juta diantaranya bekerja disektor usaha kecil dan sisanya disektor usaha menengah


V.                Permasalahan yang Dihadapi UKM

Faktor Internal :
1.      Kurangnya permodalan. Permodalan merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu usaha. Kurangnya permodalan pada UKM biasanya karena UKM yang bersifat perorangan atau perusahaan tertutup hanya mengandalakan modal dari si pendiri, dan biasanya susah mendapatkan pinjaman dari bank.
2.      Sumber Daya Manusia yang terbatas. Sebagian usaha kecil tumbuh dengan tradisional atau usaha keluarga yang turun –menurun. Akibat dari SDM yang terbatas makan tidak sedikit UKM yang kurang daya saing produk saat ini, karena keterbatasan ilmu tmengenai penggunaan alat-alat canggih untuk mempermudah proses usaha.
3.      Lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha terbatas dan dan kemampuan penetrasi yang rendah karena produk yang dihasilkan jumlahnya terbatas dan kurang kompetitif

Faktor eksternal :
1.       Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif kebijaksanaan pemerintah untuk menumbuh kembangkan usaha kecil dan menengah, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan , namu dirasakan belum sepenuhnya kondusif.
2.      Terbatasnya sarana dan prasarana usaha karena kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akibatnya saran dan prasarana menjadi kurang berkembang.
3.      Implikasi otonomi daerah dengan berlakunya undang-undang no.22 tahun 1999 tentang otonomi daerah akbitnya akan menurunkan daya saing usaha kecil dan menengah.
4.      Implikasi perdagangan bebas, sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku pada tahun 2003 dan APEC pada tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas.
5.      Sifat produk dan lifetime pendek , sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fashion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek.
6.      Terbatasnya akses pasar, hal ini dapat menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara  kompetitif baik dipasar nasional maupun internasional.
  
VI.             Kesimpulan

Peranan UKM dalam perekonomian nasional diakui sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi UKM terhadapan lapangan kerja, pemerataan pendapat, pembangunan ekonomi pedesaan dan sebagai penggerak peningkatan ekspor manufaktur / nonmigas. Di sisi lain, krisis ekonomi yang diawali dengan krisis moneter yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa UKM relatif lebih bertahan daripada usaha skala besar, yang banyak mengalami kebangkrutan. Hal di atas berimplikasi pada pentingnya mengembangkan UKM.
Dengan faktor-faktor permasalahan yang ada dalam UKM, saya rasa tidak menjadi hambatan yang besar bagi seseorang untuk mendirikan UKM. Lagi pula banyak sekali manfaat yang dapat diambil dari UKM, selain bermanfaat bagi skala kecil, UKM dapat memberikan sumbangsihnya pada negara. Membantu perekomian Indonesia secara langsung maupun tidak langsung.


VII.          Daftar Pustaka

·         www.wikipedia.org
·         http://pksm.mercubuana.ac.id

No comments:

Post a Comment