Tuesday, November 1, 2011

Konsumtif Harus Bisa Produktif


Demam barang impor tampaknya tidak bisa dielakkan di negeri ini. Apalagi untuk kaum urban, membeli dan memakai barang impor sudah seperti “identitas” diri. Sekarang ini barang impor apa saja dapat mudah ditemui. Dari harga yang standar atau bahkan relatif murah sampai yang berharga milyaran dan triliunan. Masyarakat Indonesia haus barang impor, hal ini sah-sah saja karena tidak bisa dielakkan bahwa barang impor biasanya memiliki kualitas yang bagus dan variasi yang lebih beragam.
 Namun ingat, kita jangan terus terbuai dengan gengsi yang dibawa dari produk impor, karena sifat seperti itu sangat menunjukkan bangsa ini sebagai bangsa konsumtif. Bangsa yang lebih berat konsumsi nya daripada produksi nya, tidak akan mencapai perekonomian yang baik. Karena terlalu konsumtif dapat mengakibatkan bangsa ini menjadi malas untuk menciptakan sesuatu yang baru, malas berpikir, dan malas untuk bekerja. Maunya terima yang gampang dan instan
Kembali lagi pada masalah produk impor. Rata-rata bahan baku produk impor berasal dari Indonesia. Hal tersebut menandakan bahwa produk dalam negeri sebenarnya tidak kalah dengan produk impor. Saat ini para pengusaha dalam negeri juga sudah memberikan kiprah mereka untuk menigkatkan perekonomian negara, namun sayangnya kebanyakan para pengusaha itu tidak menguatkan pasar mereka di dalam negeri terlebih dahulu. Produk dalam negeri malah banyak yang langsung di ekspor. Mereka kurang aware bahwa pasar dalam negeri memiliki potensi yang jauh lebih besar. Akibatnya sama saja pasar domestik menjadi lemah.
Mantan menteri keuangan Sri Mulyani pernah mengatakan bahwa pada tahun 2009 pasar domestik  memberikan sumbangan untuk pendapatan negara lebih dari 80%. Itu pada tahun 2009, bagaimana dengan tahun 2011 ini? Saya rasa sumbangan yang diberikan pasar domestik pasti jauh lebih besar. Tinggal bagaimana para pengusaha domestik atau lokal membuat hal itu menjadi mungkin. 
Faktanya produk dalam negeri ternyata lebih menarik minat WNA (Warga Negara Asing) daripada WNI (Warga Negara Indonesia). Contohnya saja kerajinan-kerajinan yang asli buatan masyarakat daerah negeri ini. Kalau warga negara kita sendiri kurang tertarik dalam membeli produk dalam negeri, berarti para pengusaha domestik harus pandai berinovasi, supaya produk Indonesia dapat menarik perhatian seluruh masyarakat Indonesia maupun dunia. Saya yakin dengan begitu, program 100 persen cinta Indonesia akan berjalan dengan baik
 Untuk itu SDM adalah kunci utama dalam membangkitkan dan memperkuat pasar domestik. Sumber Daya Manusia yang mampu bersaing di era globalisasi adalah yang sangat dibutuhkan oleh setiap negara. Pemuda dan pemudi bangsa memegang peran penting dalam tercapainya kehidupan perekonomian Indonesia yang lebih baik. Jangan sampai kehidupan masa muda dipakai untuk mengkonsumsi saja tapi tidak memproduksi apapun. Kalau negeri ini sudah terlanjur konsumtif maka harus bisa menjadi bangsa yang produktif. 
---
Artikel ini pernah dimuat di koran SINDO

No comments:

Post a Comment